PENDAHULUAN
Non-positifistik adalah suatu teori
yang menekankan kepada penalaran rasio dan bukan kepada indrawi. Saat seseorang
stres berat karena urusan pekerjaan di kantor, sehingga menyebabkan ia sering malamun
dan berdiam diri. Saat seperti inilah yang ia butuhkan bukanlah makanan
jasmani, tetapi makanan rohani. Makanan rohani bisa berupa keagamaan contohnya:
Mengaji, shalat, berdzikir, dll. Inilah fungsi dari non-positifistik.
Saat
mereka lupa dengan Allah, dan mereka berfoya-foya menuruti hawa nafsu setan.
Kemudian mereka diberikan nasehat kepada seorang ustadz, bahwa balasan
orang-orang yang meninggalkan shalat, berfoya-foya seperti perbuatan setan maka
sesungguhnya mereka nanti akan dimasukkan kedalam neraka, dan didalam neraka
itu mereka akan dibakar selama ribuan tahun dengan penyiksaan yang tiada
henti-hentinya. Dari pemaparan yang disampaikan oleh ustadz tersebut, sehingga
hati mereka tergetar dan mereka takut dengan siksa tersebut, lalu mereka bertaubat
meninggalkan hidup dijalan setan dan menuju kejalan yang diridoi Allah. Inilah
juga fungsi dari non-positifistik.
Saat
harga BBM dunia naik maka otomatis harga BBM di Indonesia juga naik. Ini akan
menyebabkan semua harga pasar ikut naik. Untuk mengatasi ini perlu adanya
subsidi dari pemerintah, agar harga sembako tidak ikut naik. Saat seperti ini
kita perlu teori pragmatik. Tanggal,26 Desember 2004, terjadi bencana alam
Tsunami di Aceh yang telah menewaskan ribuan jiwa. Karena pada saat itu di Aceh
belum adanya alat pendektesi Gelombang Tsunami. Dari kejadian itu maka sekarang
muncul alat-alat pendeteksi tsunami, tidak saja di Aceh, namun juga di
daerah-daerah yang rawan dengan bencana alam tsunami. Inilah juga membutuhkan
teori pragmatik. Karena mempelajari pengalaman untuk dijadikan pengetahuan yang
bermanfaat.
Pragmatik
tanpa kita sadari telah ada dalam diri pribadi setiap orang. Dan kemudian
dikembangkan untuk dijadikan ilmu demi kemaslahatan hidup manusia yang lebih
baik, yang dikenal dengan teori pragmatik.
PEMBAHASAN
Non-positifistik ini dipelopori Thomas Kuhn
melalui bukunya The Structure of Scientific Revolution yang terbit pada
1962 Sementara dilain sisi, non-
positivism adalah satu cara pandang open mind untuk mendapatkan informasi serta
tidak untuk generalisasi yang pendekatannya berawal dari pemaknaan untuk
menghasilkan teori dan bukan untuk mencari pembenaran terhadap sesuatu teori
ataupun menjelaskan sesuatu teori ; dikarenakan kebenaran yang diperoleh adalah
pemahaman terhadap teori yang dihasilkannya.
Contoh:
Pada pembahasan jumlah shalat tarawih, orang-orang Muhamadiyah yang menjalankan
shalat tarawih delapan rakaat, dan tiga shalat witir. Karena mereka menganggap
itulah yang terbaik bagi mereka dan paling afdol. Namun orang-orang NU
melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat dan tiga witir. Jika mencari
kebenaran dari kedua pilihan diatas, maka kita tidak akan mendapatkannya.
Karena kedua-duanya benar, namun yang membedakan hanyalah tergantung
kepercayaan pribadi masing-masing. Untuk
ini dalam non positifistik terdapat
tiga hal penyikapan, yaitu (1) memusatkan perhatian pada interaksi antara aktor
dengan dunia nyata, (2)
arti penting yang terkait. Kegiatan ekonomi adalah merupakan fenomena sosial
(fenomena manusia sebagai makhluq rochaniah) Studi yang masuk dalam wilayah
ilmu-ilmu sosial, tak bisa dipahami dengan cara-cara distansi atau disekap
sebagai obyek manipulasi dan didesain dengan model-model kalkulatif. Karena Peneliti hanya bisa bersikap “memasuki”
wilayah ini dengan pemahaman sebab yang diharapkan ditemukan dalam studi ini
bukanlah hubungan sebab-akibat yang bersifat pasti, namun tentang dunia makna.
Disini diperlukan “mata (hati) seorang manusia” yang dapat memahami makna,
bukan “mata seorang biologi atau fisikawan atau matematikawan”. Contohnya Dalam konteks ini peneliti
tidak lebih tahu daripada pelaku ekonomi itu sendiri. Karenanya, paradigma non
positivisme selalu berupaya menjelaskan fenomena yang ada, yaitu memahami makna
yang berada dibalik fenomena. Tujuan pilihan metode pendekatan, paradigma dan
model yang tepat untuk memperoleh gambaran menyeluruh yang holistik mengenai
realitas ekonomi menurut penelitian kualitatif yang benar adalah bukan to learn about the people, akan tetapi to learn from the people. Dengan ini
pula dapat ditegaskan bahwa sesuatu jenis penelitian yang diskriptif
adalah bukan penelitian kualitatif karena masih membawa anasir Dasar
paradigma yang diacu dalam paradigma kualitatif adalah tetap memandang manusia
bertindak rasional, namun dalam penyelesaian masalah hidup sehari hari adalah
menggunakan ”penalaran praktis” , bukan logika formal.
Teori pragmatik dicetuskan
oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun
1878 yang berjudul “How to Make Ideals Clear”. Pragmatisme
menantang segala otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Pegangan
pragmatis adalah logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi
kehidupan manusia. Pragmatik berasal dari
bahasa Yunani: Pragma artinya yang dikerjakan, dilakukan, perbuatan, tindakan.
Menurut teori pragmatik tentang kebenaran, suatu proporsi adalah benar
sepanjang teori berlaku atau memuaskan. Contoh: Pada masa Diponegoro orang yang
memakai celana dikatakan kafir, sedangkan yang memakai sarung tidak. Jika zaman
Diponegoro yang memakai celana dan yang memakai sarung hanyalah sebagai pembeda
antara penjajah (Belanda) dengan kaum pribumi. Untuk zaman sekarang persepsi
seperti ini tidak berlaku lagi, karena penjajah sudah tidak ada di Indonesia
dan semakin berkembangnya zaman.
Menurut A.W.Ewing, digambarkan
terang-terangan, benar suatu kepercayaan mungkin saja berlaku baik, walaupun
tidak benar, atau sebaliknya suatu kepercayaan yang mungkin saja berjalan buruk
walaupun benar. Misal: Kita mencuri harta penjajah yang telah merampas harta
penduduk, kemudian harta yang kita curi tersebut kita berikan kepada penduduk
yang kelaparan, karena harta mereka dirampas oleh penjajah. Kita tahu bahwa
mecuri itu tidak baik, namun memberikan harta kepada yang membutuhkan itu baik.
Itulah yang dimaksud oleh A.C.Ewing.
Menurut
A.C.Ewing, kepercayaan-kepercayaan itu berguna karena kepercayaan itu benar,
bukan benar karena kepercayaan itu berguna. Contoh: Hukum yang ditegakkan itu
digunakan agar semua dapat mematuhinya, sehingga dapat berjalan dengan lancar
dan tidak merugikan pihak lain. Dan janganlah kita membenarkan suatu persepsi
atau kepercayaan itu karena berguna atau menguntungkan kita walaupun harus
merugikan orang lain. Maksudnya adalah jangan kita menjalankan kepercayaan yang
sifatnya hanya ingin menguntungkan diri sendiri tanpa mementingkan pihak lain.
KESIMPULAN
Non-positifistik
adalah suatu penalaran yang deduktif yaitu ilmiah yang kepercayaan kepada
masing-masing pribadi seseorang. Karena sesuatu itu benar adanya namun tidak
dapat kita buktikan dengan penglihatan indrawi, hal itu hanya bersifat
kebenaran yang berasal dari normatif yang diyakini oleh hati. Kebenaran dapat
menjadikan hidupnya aman, nyaman, dan lebih berarti. Kita selalu berbuat sesuai
dengan tuntunan yang kita yakini dari kitab yang dibawa oleh Nabi
Muhammad,Saw. Karena kita menginginkan
hidup yang lebih baik di surga, dan kita takut berbuat yang menyimpang dari
tuntunan Rasul karena kita takut dengan kesengsaraan dan siksa di neraka.
Pragmatik merupakan suatu teori kebenaran yang
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang dapat menciptakan kehidupan yang
tertib, aman, dan sejahtera. Pragmatik ini selalu berubah-ubah sesuai dengan
kemajuan zaman.
Pragmatik ini dapat
berasal dari :
1. Pengalaman yang kemudian dijadikan pedoiman,
2. Masa berlaku suatu kepercayaan yang berubah-ubah
tergantung zaman,
3. Pragmatik adalah kebenaran menurut kepercayaan pribadi
masing-masing,
4. Menurut kegunaan dan kebenarannya.
Dengan adanya pragmatik ini hidup kita menjadi lebih
terarah dan terencana dengan baik karena telah menjadikan pengalaman yang lalu
sebagai ilmu dan pedoman agar di masa mendatang menjadi lebih baik dan
mengalami perubahan yang positif, dan memunculkan solusi terbaik bagi
kemaslahatan manusia.
DAFTAR RUJUKAN
Ashari,
Endang Saifuddin, Ilmu Filsafat dan Agama, (Semarang : PT.Bina Ilmu, 2009)
Achmed,
Roestandi, Ilmu Filsafat, (Bandung, 1969)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar